Selasa, 09 Januari 2024

Ambisi

Bagi beberapa orang yang baru mengenalku beberapa tahun terakhir, aku bagaikan orang tanpa ambisi yang menyia-nyiakan potensi. Seringkali orang kaget saat tau pendidikan terakhirku s2 dengan pekerjaanku sekarang yang “hanya” ibu rumah tangga. Guys, if u know me, u’ll know that i really know what exacly i want. To be honesty, today i got almost everything i want… almost…

Nope, kamu salah jika mengira hidupku tanpa ambisi. Tidak mungkin aku bisa cumlaude dan jadi lulusan termuda kala itu jika aku tidak punya target. Aku sangat tau apa yang ingin aku capai, hanya saja mungkin cita-citaku berbeda dengan kebanyakan orang. Itu saja.

Bagi kebanyakan orang, pendidikan formal yang tinggi digunakan untuk menunjang karier profesional diluar rumah. Bagiku yang pernah menjadi santri. Karier terbaik menurutku setelah menikah adalah menjadi ibu rumah tangga. Ga munafik laah, masih ada sisi diriku yang ingin berkarier secara profesional diluar rumah. Namun, saat berkontemplasi dan mengevaluasi goals yang ingin aku capai, keinginin itu aku kesampingkan. 

Aku bersyukur dapat memulai karier di usia yang relatif muda, langsung menikmati menjadi “mbak-mbak SCBD” dan bergaul dengan kalangan profesional. Hingga tiba saatku menikah, aku dapat mengikhaskan semuanya dan meninggalkan prospek karier yang mungkin bisa ku capai. Cukup sudah pengalamanku (yang sebenarnya baru seumur jagung) itu, untuk bahanku menjadi istri yang bisa memahami dinamika profesionalisme dalam karier yang mungkin suamiku hadapi dalam pekerjaannya.

Hari ini… 8,5 tahun setelah aku menyandang status sebagai istri. Aku semakin menyadari betapa Allah meridhoi setiap langkah. Aku mendapatkan keinginanku yang bisa ku upayakan dan yang hanya bisa aku doakan. 

Contohnya gimana sih??

Perihal harta. Sebagai milenial yang berasal dari kalangan menengah. Punya rumah dan kendaraan yang layak itu harus diupayakan. Tidak mudah. Ditambah keputusanku menjadi IRT, tentu beban finansial yang ditanggung suamiku tidak ringan. Walau penuh perjuangan, namun kami mampu mendapatkan semuanya. 

Perihal anak. Kita sebagai makhluk tidak bisa menjamin Allah pasti memberikan anak laki-laki dan perempuan walau kita berusaha mendapatkan keduanya. Tidak ada jaminan, hanya doa dan rahmatnya saja kami bisa mendapatkan keduanya. 


8,5 tahun ini, semakin terang rasanya bagaimana Allah mencintai dengan cara-Nya. Bagaimana Allah menguji kesabaran kami dengan hal-hal yang sanggup kami jalani. Bagaimana Allah merahmati kami untuk menguji kesyukuran kami. Apapun yang terjadi sejauh ini semua baik dengan cara-Nya. Alhamdulillah…