Selasa, 23 Januari 2024

Menikah

Jika aku ditanya tentang 1 hal yang selalu aku syukuri sampai saat ini adalah menikah. Aku sempat berada dalam fase malas berhubungan dengan siapapun. Aku malas dengan semua drama perkenalan, pendekatan, pernyataan cinta, perkelahian kecil hingga letupan-letupan emosi yang tidak perlu. Aku lelah dengan semua drama. 

Setelah menamatkan pendidikan di perguruan tinggi, aku langsung mendapat pekerjaan baik yang mampu menopang kehidupanku. Aku pun dikelilingi banyak teman yang menyenangkan namun tidak mencampuri wilayah privat. Ini menyenangkan, hingga akhirnya aku masuk di fase berikutnya.

Aku mungkin satu dari banyak orang yang hidup untuk hari ini. Aku menikmati hidupku, tidak dengan berfoya-foya, tapi dengan meresapi setiap peristiwa yang aku alami. Aku membagi hidupku dalam beberapa fase tergantung kondisi emosi yang aku rasakan saat itu. Setelah sempat patah hati yang berujung aku malas berhubungan dengan siapapun, akhirnya fase itu berlalu. Lewat bergitu saja tanpa aku sadar ternyata aku sudah berdamai dengan luka itu.

Aku menyukai quote “this too, shall pass” dan aku secara aktif mengaplikasikan quote ini. Sakitnya patah hati, tidak aku tutupi. Aku mengakui rasa sakit itu, membiarkan diriku larut dalam kesedihan, membiarkan siapapun berlalu saat aku tahu hatiku belum sepenuhnya pulih, dan merelakan hidup berjalan lambat tanpa tujuan. Aku menikmati hari berlalu tanpa rencana besok akan seperti apa.

Tidak ada luka yang abadi. Pun hidup nyaman, akan membuat kita berlanjut ke fase selanjutnya, bosan dengan rutinitas. Sejatinya kita memang butuh elemen kejutan di hidup ini. Setelah menikmati hidup sebagai lajang bebas ibukota aku mulai merasa hampa. Kehampaan yang setelah aku telisik dapat hilang dengan hadirnya sosok teman yang lebih intim. Tidak sekedar sahabat berbagi cerita, tapi seseorang yang dengannya aku dapat berbagi rencana. Tidak perlu mencari kemana-mana, aku cukup melakukan refleksi dan mulai melakukan seleksi terhadap beberapa laki-laki baik yang ada disekitarku. Aahh sok primadona rasanya.

Nanti aku ceritakan bagaimana akhirnya aku membuat suamiku akhirnya melamarku. Tentu seorang dina yang gengsinya setinggi bintang-bintang, menolak untuk mendekati lebih dulu. Aku hanya membuat dia tertarik dan menggiringnya untuk menikahiku. Eehm… jadi siapa yang lebih dulu suka? Tentu dia. Tapi siapa yang tebar pesona? Jelas saya orangnya.

Menariknya hingga detik ini setiap aku ditanya, apa hal yang paling aku syukuri dalam hidup. Dibanding semua pencapaian dan semua nikmat yang Allah berikan, menjadi istrinya adalah keputusan terbaik yang pernah aku buat. Alhamdulillah, dari semua pilihan, aku memilihnya. Dengan semua keterbatasanku, ia memilihku.