Hatiku masih terasa panas dan tak kuasa menyembunyikan kekesalan di dada. Sahabatku selama belasan tahun memillih sesuatu yang membuatku tidak habis pikir. Ia menyukai sesuatu yang sangat kontra dari semua nilai dan norma yang aku anut. Kuakui, memahami jalan pikiran orang lain adalah pekerjaan paling rumit di dunia. Bersahabat belasan tahun tidak lantas membuatku paham bagaimana ia mengolah informasi dan membuat keputusan.
Diluar keputusannya yang membuatku terbelangak, aku dipaksa untuk belajar satu ilmu baru. Menerima perbedaan dalam lingkup yang lebih kecil. Aku tidak pernah mempermasalahkan perbedaan pandangan dengan orang yang tudak terlalu akrab. Bagiku, selagi itu tidak mempengaruhi hubungan kita, apapun pilihanmu, aku tidak peduli. Tapi, tudak demikian saat orang terdekat berbeda visi dengan kita. Ibaratnya, kita sedang bekerja di satu tim yang sama, tapi memiliki visi dan misi yang berbeda tentu sangat menganggu jalannya tim ini. Aku selalu suka bekerja dalam tim yang semua sepaham. Akan sulit mencapai tujuan jika tim ini memiliki dualisme visi.
Aku cukup beruntung, selama ini selalu berada disekeliling orang-orang dengan visi yang sama. Aku cenderung menjalani hidup yang mudah karena dukungan sekitar. Dalam lingkup terkecil, aku dan suami memiliki pandangan yang relatif sepaham tentang apapun, ini juga yang membuat rumah tangga kami nyaris tanpa konflik. Untuk pertama kalinya, sahabat terdekatku memberikan opini yang membuatku tersadar, ooh tidak semua orang terdekatku memiliki pandangan yang sama sepertinya.
Aku dipaksa mereview ulang catatan hidupku. Apakah selama ini aku terlalu menutup pikiranku yang menganggap sekelilingku satu pandangan? Apakah aku terlalu picik dan tidak mau menerima perbedaan? Apakah aku menjadi terlalu fanatik terhadap satu pandangan dan meganggap pandangan yang berbeda itu salah?
Dalam hidup aku tahu bahwa urusan dunia ini tidak ada benar atau salah. Aku berpegang pada aturan Tuhan tentang apa yang patut dan tidak patut untuk dilakukan. Itu saja peganganku, saat orang terdekat memiliki pedangan yang berbeda, aku agak terpukul ternyata. Allah, aku ingin masuk surga bersamanya. Aku khawatir ia membuat keputusan yang salah dan itu memberatkannya. Namun kemudian aku tersadar, “Hei dina, bisa jadi pandangannya yang tepat dan kamu yang salah”. Cukup saling mendoakan agar siapapun yang lebih tepat dimata Allah semoga kami berdua tetap menjadi sahabat. Sehati, sesurga.
Allah…
Semoga Engkau memberiku kelapangan dada untuk menerima perbedaan pandangan untuk urusan dunia. Semoga Engkau selalu membimbingku dijalanMu. Aamiin…