Belum tentu yang kita anggap baik
adalah yang terbaik buat kita. Apa yang kita rencanakan, bisa jadi sebatas
urusan lahir dan yang terlihat. Jodoh bukan hanya urusan lahir dan yang
terlihat. Ada
hati, ada perasaan, ada cinta, ada takdir yang perlu kita renungkan. Yang
jelas, jodoh benar-benar sesuatu yang ajaib. Jangan pernah mereka-reka siapa
jodoh kita. Minta saja pada Allah agar memberi kita yang terbaik dan pas buat
kita.
Sumber : buku Jodoh
cinta Update, kisah inspiratif dan menggugah tentang menemukan jodoh cinta.
HATI YANG BERBUNGA.
Saat itu umur
Hamdan tiga puluh tahun. Sudah pantas
untuk menikah. Pacar sudah
punya. Segala sesuatu yang disebut persiapan diri untuk menikah juga
sudah ada. Rumah, mobil, pekerjaan,
tabungan. Tentunya, Hamdan semangat sekali untuk menikah. Dia yakin
kalau pacar yang dimilikinya, Haliza adalah pacar ideal. Calon istri, calon ibu
dari anak-anaknya kelak.
Membayangkan
akan menikah dalam waktu dekat, telah membuat Hamdan berbunga-bunga. Hatinya
gembira bukan main. Ia yakin, niatnya akan terwujud dalam waktu dekat.
Memikirkan
Haliza juga sudah membuatnya senang. Sosok lemah lembut dan cantik itu rasanya pas mendampingi hidupnya.
‘’ baiklah. Aku
senang dengan niatmu, mas. Mudah-mudahan semuanya lancar “ jawab Haliza ketika
Hamdan mengatakan niatnya untuk melamarnya.
“kamu yakin
orangtuamu tidak keberatan ?”
“tidak, mereka
kelihatannya cukup senang dengan mas Hamdan.”
Niat Hamdan
semakin kokoh kuat. Terlebih orangtua dan kakak lelakinya juga mendukung.
“segera saja
kamu melamarnya, dan lebih bagus , kalau sebelum ke Amerika, aku bisa melihatmu
menikah.”
Begitulah
nasihat Hamid, kakak satu-satunya Hamdan. Hamid pernah menikah. Sayang ,baru
dua tahun menikah, istrinya mengalami kecelakaan. Sejak saat itu Hamid menduda
tanpa anak. Belum tertarik untuk menikah lagi. Belum bertemu jodohnya. Terlebih
ketika permintaan beasiswanya untuk mengambil doktor di Amerika disetujui.
Hamid ingin menyelesaikan studinya dulu. Kalau di perjalanan studi bertemu
perempuan yang cocok. Hamid tidak keberatan menikah.
Hamdan sepakat
dengan pemikiran Hamid. Mungkin kakaknya masih terlalu cinta pada almarhum
istrinya. Bagaimanapun, setahu Hamdan, istri kakaknya dulu wanita yang cantik
dan baik.
SIKAP ANEH
Sejak Hamdan
memutuskan mengajak menikah, sikap Haliza justru berubah. Haliza sering
menghindarinya. SMS dan teleponnya sering tak berbalas. Selalu kalau bertemu,
alasannya sibuk. Padahal dulu-dulu, Haliza tidak pernah sesibuk itu.
“Liz,
kamu kan
tidak bisa begini terus. Kita perlu bicara soal pernikahan kita. Lamaran dan
resepsi kan
harus melibatkan kita berdua.”
“kan belum pasti dan
kapan saja kamu mau, tinggal kasih tahu aku”
“kok
kapan saja aku mau. Ini urusan kita berdua.”
“iya..iya.”
“Liz,
kamu kenapa sih ?”
“tidak
apa-apa.”
“sikap
kamu kok jadi aneh begini ?”
“aneh
bagaimana ?”
“kamu
sepertinya tidak senang dengan rencana pernikahan kita”
“bukan
begitu. Mungkin aku capek. Banyak lembur belakangan.”
“tidak.
Ini bukan karena capek. Pasti berkaitan dengan kita. Ada apa?”
“aduh,
Hamdan. Tolong dong, jangan mendramatisir. Kita baik-baik saja, kan ?”
“mestinya
sikap kamu tidak begini .”
“lalu
aku harus bagaimana ? gembira dan jingkrak-jingkrak ? atau mesti kasih tahu
semua orang kalau aku mau menikah ? begitu ?!”
“terus
kenapa, kamu tidak senang dengan pembicaraan mengenai pernikahan ?”
“aku
hanya capek.”
“baiklah.
Istirahatlah dulu. Akhir pekan aku ke sini lagi.”
Semula
dengan tidak bertemu beberapa hari, Hamdan mengira urusannya dengan Haliza akan
lebih mudah. Bisa jadi Haliza memang capek dan banyak pekerjaan. Anehnya,
ketika ia datang di waktu berikutnya, urusan tidak terlihat lebih baik. Haliza
seperti malas membicarakan tentang pernikahannya. Hamdan menjadi tak mengerti
dan bertanya-tanya.
Ketika
Hamdan kembali menanyakannya, Haliza berusaha mengelak.
“tunggulah
beberapa waktu Dan, aku terlalu banyak bekerja. Maklum, ada beberapa pegawai
keluar. Sebelum mendapatkan penggantinya, aku harus mengerjakan urusan mereka “
Hamdan
maklum. Padahal orangtuanya mendesak menyegerakan pernikahannya. Selain itu,
Hamid juga keburu pergi ke Amerika.
TIDAK ADA
JAMINAN.
Hamdan tidak
tahan untuk tidak menceritakan permasalahannya yang dihadapi pada orangtuanya.
Bukan hanya sikap Haliza yang tidak jelas, tapi juga keinginannya untuk
menyegerakan pernikahan.
“Dan,
tidak ada yang tahu sama sekali tentang rahasia jodoh. Biarpun kamu mengira
Haliza yang terbaik, belum tentu begitu menurut Allah.”
Begitulah
kata ibunya setelah mendengar cerita Hamdan. Lelaki yang selama ini patuh pada
orangtuanya itu, menoleh sekilas. Menatap pada ibunya dengan pandangan sedikit
heran.
“maksud
Ibu ?”
“belum
tentu Haliza yang terbaik untukmu.”
“apa
Ibu tidak suka pada Haliza ?” usik Hamdan.
Ayahnya
tertawa mendengar pertanyaan Hamdan.
“
Ibumu pasti senang dengan Haliza. Ayah
juga suka pada dia, Dan. Kita hanya berencana. ‘’
‘’apa
yang seharusnya saya lakukan, ayah ?”
“
tidak ada. Kamu sudah mengusahakan yang terbaik. Shalat istikharah dan minta
kejelasan pada Allah. Kalau dia jodoh kamu, pasti dimudahkan jalannya.”
“betul.
Kalau tidak, pasti dijauhkan.” Timpal ibunya.
“istikharah
? saya pikir semuanya sudah baik, Pak, Ibu. Hubungan saya dengan Haliza
baik-baik saja. Dengan keluarga besarnya juga baik.”
“istikharah
tetap wajib. Mintalah dengan kebeningan hatimu. Semoga Allah memberimu jalan
yang terbaik.”
Lama
Hamdan hanya tercenung sampai terdengar azan isya bersahut-sahutan. Di sekitar
rumah orangtua Hamdan memang banyak masjid dan mushola. Ayahnya segera
bergegas, setelah menepuk-nepuk bahu Hamdan.
“ayo,
Dan ! tidak usah melamun. Shalat Isya dan istikharah.”
“betul,
Dan. Melamun malahan nanti kesambet setan.”
Ayah
ibunya sudah berlalu. Hamdan berusaha memikirkan segala sesuatunya. Tak lama
memutuskan pergi mengikuti orangtuanya.
YANG TERLIHAT.
Setelah
mendengarkan nasihat kiri kanan, Hamdan lebih banyak pasrah. Ia memperbanyak
shalat istikharah. Walaupun hati kecilnya yakin jodohnya Haliza, tapi seperti
ada yang mengusik hatinya. Bisa jadi yang dikatakan orangtuanya benar. Haliza
baik, tapi bukan yang terbaik untuknya.
Bermalam-malam,
Hamdan menambah shalat malamnya dengan istikharah. Anehnya, selama itu ia tidak
mendapatkan firasat apa-apa. Tidak ada mimpi dan semua masih berjalan seperti
biasa. Sikap Haliza pun tidak berubah. Masih sama anehnya seperti beberapa
waktu sebelumnya.
“kamu
perlu sabar.” Kata ibunya saat Hamdan menceritakan pengalamannya.
“apa
mungkin artinya saya dan Haliza tidak berjodoh ?”
“ibu
tidak tahu. Teruskan saja istikharah kamu, Dan.”
Begitulah.
Hamdan berusaha tekun dan sabar terus menjalankan istikharah. Ia yakin, Allah
akan memilihkan yang terbaik untuknya. Dalam hati, ia sangat ingin berjodoh
dengan Haliza. Tidak ada perempuan seideal Haliza untuk menjadi istrinya.
Pagi itu, Ibu Hamdan meneriaki Hamdan. “
Dan…Dan,. Tunggu dulu !’’ seru ibunya.
‘’ ini, surat-surat
kakakmu Hamid ketinggalan. Kamu antar saja ke kantornya. Kan searah sama kantor
kamu, ‘’ kata ibunya sambil menyerahkan map besar dan transparan.
Hamdan
mengangguk dan menyanggupi. Bukan sesuatu yang berat untuk dilakukan. Saat
memasuki ruang kantor Hamid, Hamdan tidak memilik perasaan apa-apa. Karena
cukup familiar dengan para karyawan kakaknya. Hamdan bisa masuk dengan mudah.
Sesampai di depan pintu ruangan Hamid, Hamdan baru saja hendak mengetuk pintu
ketika didengarnya suara-suara yang sangat dikenalinya.
“jangan
lakukan, Haliza. Kamu tahu, Hamdan sangat mencintaimu.”
“kamu
hanya memikirkan adikmu, bagaimana dengan aku ? aku tidak bisa. Aku tidak
menyangka semuanya akan seperti ini.”
“lalu
apa yang akan kamu lakukan ?”
“aku
akan meninggalkannya, Hamid. Sejak semula kamu tahu, aku hanya cinta kepadamu.”
“
itu tidak mungkin, Haliza.”
“tidak
mungkin ketika istrimu masih hidup. Bukan sekarang.”
“hamdan
sangat mencintaimu. Aku tidak mungkin menyakitinya.”
“itu
tidak penting. Katakan, sebenarnya kamu cinta kepadaku atau tidak.”
“
Haliza….!”
“kenapa
? kamu takut mengakui cinta kepadaku ?”
“tidak
semudah itu, Haliza.”
“mudah
atau tidak, yang penting kita saling mencintai.”
Hamdan
kaget. Ia maju mundur untuk mengetuk pintu ruangan Hamid. Seperti ada yang mengusik hatinya. Saat itu
ditanyakanya ke dalam nuraninya.
Kok
dia tidak marah, ya ?
Kok
tidak panas hati ya ?
Ataukah
Haliza memang bukan jodohnya ?
Beberapa
kali ditanyakan dalam hati, ternyata jawabannya tetap sama. Ia tidak merasa
cinta lagi kepada Haliza. Sungguh aneh. Keyakinan itu yang membuat tangannya
mengetuk pintu.
Tentu
saja Hamid dan Haliza kaget. Mereka syok mengetahui kedatangan Hamdan. Padahal,
pagi itu harusnya Hamdan sudah pergi ke Surabaya.
“Hamid,
Haliza. Aku sudah dengar semuanya. Jangan pikirkan aku. Sebaiknya kalian berdua
menikah. Hamid, nikahi Haliza dan bawa dia ke Amerika !”seru Hamdan mantab.
“Dan…?”
seru Haliza
“aku
yakin. Ini jawaban atas istikharahku selama ini.” Jawab Hamdan pelan
“kamu
sungguh-sungguh, Dan ? “ tanya Haliza
“sungguh”
“maafkan
aku, Dan. Aku sudah berusaha mencintaimu, tapi….”
“tak
apa. Aku mengerti”
SIAPAKAH DIA ?
Keluar
dari ruangan Hamid, ada dua perasaan pada saat yang bersamaan di hati Hamdan.
Lega dan bingung. Lega karena tahu, Haliza bukan jodohnya. Baiknya, ternyata
Haliza mendapatkan lelaki sebaik kakaknya. Sedangkan yang membuatnya bingung,
siapakah jodohnya kini. Tak ada gambaran. Tak ada pikiran. Sementara,
keinginannya menikah semakin kuat.
“lho, kok malah pulang lagi, Dan ?” tanya
ibunya bingung.
‘’sudah terjawab,
bu, ‘’ kata Hamdan. Kemudian ia menceritakan apa yang baru saja terjadi.
“aaah..,
mungkin takdirnya begitu, Dan. Kamu sabar ya ! pasti Allah akan memberikan yang
terbaik.”
Hamdan
hanya bisa patuh. Sampai pernikahan Hamid dan Haliza digelar. Hamdan belum juga
menemukan jodohnya. Bahkan ketika sepasang suami istri dan pengantin baru itu
berangkat ke Amerika, ia belum juga menemukannya.
“aku
doakan kamu segera bertemu jodoh, Dan.”
“terima
kasih, Hamid. Jaga Haliza baik-baik.” Jawab Hamdan pelan dengan senyum.
“pasti
ada perempuan yang terbaik yang disiapkan Allah untukmu, Dan. “ kata Haliza.
Sungguh,
Hamdan tak pernah tahu ke mana perasaan cintanya selama ini kepada Haliza.
Sepertinya, sejak istikharah, perasaan cintanya langsung dihilangkan dari sosok
Haliza. Ia bahkan orang yang paling semangat mempersiapkan acara pernikahan
kakaknya. Sungguh, tak ada perasaan cemburu apalagi kehilangan. Hamdan tak
pernah bisa mengerti semuanya. Secara logika, jelas tidak masuk akal.
TAMU TAK DIUNDANG.
“Permisi…!”
Hamdan
bangkit dari kursinya mendengar suara itu. Apa tidak melihat ada bel, ya ?
pikirnya.
“cari
siapa, mbak ?” tanya Hamdan ketika melihat seorang gadis cantik berdiri di
depan pintu rumahnya. Entah kenapa, seperti ada yang menarik hatinya.
“maaf,
mas. Apa ini rumah mas Hamid, ya ?”
“betul”
“OOO…,
syukurlah. Maaf, saya datang telat ke pernikahannya. Apa mas Hamid ada ?”
tanyanya.
“masuk
dulu, yuk!” ajak Hamdan yang merasa tidak enak berbicara dengan tamu di depan
pintu.
Baru
setelah di dalam, perempuan yang bernama Chelsea
itu menjelaskan semuanya. Dia mantan sahabat istri kakaknya. Sudah lama mereka
tidak bertemu karena Chelsea
meneruskan kuliahnya di Perancis.
“duuuhh,
menyesal saya tahunya telat. Saya sibuk dengan disertasi.” Katanya pelan. Ia
menarik napas perlahan.
“mau
bagaimana lagi, yang penting saya sudah berniat datang. Mudah-mudahan mereka
berbahagia.”
“ya.
Apa Chelsea sudah menikah ?”
“Oooo
belum, calon saja belum ada.” Katanya sambil tersenyum. Memperlihatkan lesung
pipitnya yang indah.
“belum
ada calon ? apa tidak keberatan kenalan dengan saya? Kalau cocok kita bisa
menikah.”
“Hamdan, jangan bercanda ! kita baru saja bertemu.”
‘’tidak ada salahnya,
kan ? ‘’
‘’baiklah. Beri
saya waktu untuk berpikir dan bermusyawarah dengan keluarga. ‘’
“pasti”
Bisa
ditebak. Sosok tamu tak diundang itu kini telah menjadi istri Hamdan. Membangun
rumah tangga yang bahagia. Hamdan tak pernah bisa mengerti bagaimana bagusnya
perjalanan jodoh. Sampai ia bertemu dan berjodoh dengan orang yang baru sama
sekali. Tidak dikenali, tapi sungguh langsung berjodoh.
JODOH
CINTA CORNER
1. NIAT
Sesiap
apapun kita untuk urusan menikah, tapi kalau tidak ada niat ya tidak akan
terjadi pernikahan. Kalau pun belum
punya calon istri atau suami, niat tetaplah yang utama. Dengan niat yang
sungguh-sungguh, jalan untuk menemukan jodoh akan terbuka. Segala sesuatunya
didasari dari niat kita apa sebenarnya.
Memiliki pacar, belum jaminan kalau dia
pasti akan jadi jodoh kita. Jadi, punya atau tidak punya pacar, jangan takut
berniat menikah. Pasti jalannya akan dimudahkan.
2. LIBATKAN KELUARGA
Menikah bukan hanya
urusan kita dan pasangan. Ada
keluarga besar yang akan terlibat dalam hubungan kita. Ada baiknya, sebelum memulai pembicaraan
serius tentang pernikahan, libatkan orangtua dan keluarga. Paling tidak, minta
pendapat mereka.
Dengan
keterbukaan akan melancarkan rencana kita. Kalaupun ada tidak jadinya atau
melesetnya, kita juga lebih siap. Karena menghadapi sesuatu yang buruk, terasa
lebih ringan dengan bantuan keluarga besar.
3. SEKALI LAGI, ISTIKHARAH.
Istikharah
bagi yang ingin menikah hukumnya wajib pangkat dua. Harus dilakukan. Nonsense
sekali kalau kita dengan pede menganggap pacar yang kita
kenali sekian tahun adalah jodoh kita. Tidak pernah ada yang tahu siapa jodoh
kita. Tak ada yang bisa menebak. Bahkan, pacar pun bisa jadi bukanlah jodoh
kita.
Jadi,
lakukanlah istikharah. Makin sering makin baik. Bisa jadi petunjuk tidak selalu berupa mimpi atau firasat. Allah
Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya. Bulatkan hati dengan niat.
Lakukan ikhtiar maksimal dengan segala kemampuan kita. Kemudian pasrahkan diri
dengan tawakal kepada Allah. Meminta yang terbaik. Pasti, jalannya Insya Allah
akan dimudahkan.
4. MENATA DIRI
Betapapun
ikhlasnya kita pada sesuatu yang kemudian jadi milik orang, pasti ada sedikit
rasa tidak terima atau rasa tidak enak lainnya. Kalau seperti itu situasinya, kita mesti menata diri dan hati. Menyadari
sepenuhnya takdir Allah pasti berlaku.
Bagaimanapun kita
menginginkan seseorang jadi jodoh kita, kalau jalan takdir tak menggariskan,
tak akan ada kesempatan. Sebaliknya, seberapapun kita berjauhan, tidak saling
mengenal, baru bertemu sekali, kalau berjodoh ya berjodoh saja. Pasti ada jalan
untuk mempertemukan dan membuat mereka menikah.
Kalau urusan jodoh,
lebih baik menata diri lahir batin, mental dan segala aspek-aspek kepribadian
kita. Jadi, ketika jodoh menghampiri kita, semuanya telah siap.
5. GUNAKAN KESEMPATAN
Banyak
yang mengalami seperti saya. Baru pertama kali bertemu dengan seseorang, tidak
mengenalinya secara dalam, tapi feeling kita mengatakan dialah jodoh kita.
Well, daripada menunda kesempatan yang belum tentu hadir kedua kalinya,
manfaatkan. Gunakan kesempatan baik-baik. Sampaikan niat tersebut. Kalau perlu
ya dilamar sekalian.
Bisa jadi kesannya sangat ekstrem. Apalagi yang bisa kita lakukan selain
menggunakan kesempatan ? kita tidak ada yang tahu kapan kesempatan itu
muncul lagi. Paling-paling, kemungkinan terburuk ya ditolak. (ya
sudahlah – Bondan Prakoso feat 2 black…hehhehehehee :D )
Kalaupun
ditolak, sebagai orang yang dewasa dan baik, pastilah cerita kita melamar
ditolak tak akan digemar-gemborkan sana-sini. Kemungkinan terbaiknya ya
diterima, lamaran, menikah….Subhanallah…
Mudah,
kan ?
Jadi,
jangan takut menggunakan kesempatan yang sering kali hadir. Tidak ada jaminan
akan datang kedua kalinya. Sangat jarang terjadi….