Kamis, 31 Mei 2012

Keajaiban Jodoh

Belum tentu yang kita anggap baik adalah yang terbaik buat kita. Apa yang kita rencanakan, bisa jadi sebatas urusan lahir dan yang terlihat. Jodoh bukan hanya urusan lahir dan yang terlihat. Ada hati, ada perasaan, ada cinta, ada takdir yang perlu kita renungkan. Yang jelas, jodoh benar-benar sesuatu yang ajaib. Jangan pernah mereka-reka siapa jodoh kita. Minta saja pada Allah agar memberi kita yang terbaik dan pas buat kita.

HATI YANG BERBUNGA.

Saat itu umur Hamdan tiga puluh tahun. Sudah pantas untuk menikah. Pacar sudah punya. Segala sesuatu yang disebut persiapan diri untuk menikah juga sudah ada. Rumah, mobil, pekerjaan, tabungan. Tentunya, Hamdan semangat sekali untuk menikah. Dia yakin kalau pacar yang dimilikinya, Haliza adalah pacar ideal. Calon istri, calon ibu dari anak-anaknya kelak.
Membayangkan akan menikah dalam waktu dekat, telah membuat Hamdan berbunga-bunga. Hatinya gembira bukan main. Ia yakin, niatnya akan terwujud dalam waktu dekat.
Memikirkan Haliza juga sudah membuatnya senang. Sosok lemah lembut dan cantik itu rasanya pas mendampingi hidupnya.
‘’ baiklah. Aku senang dengan niatmu, mas. Mudah-mudahan semuanya lancar “ jawab Haliza ketika Hamdan mengatakan niatnya untuk melamarnya.
“kamu yakin orangtuamu tidak keberatan ?”
“tidak, mereka kelihatannya cukup senang dengan mas Hamdan.”
Niat Hamdan semakin kokoh kuat. Terlebih orangtua dan kakak lelakinya juga mendukung.
“segera saja kamu melamarnya, dan lebih bagus , kalau sebelum ke Amerika, aku bisa melihatmu menikah.”
Begitulah nasihat Hamid, kakak satu-satunya Hamdan. Hamid pernah menikah. Sayang ,baru dua tahun menikah, istrinya mengalami kecelakaan. Sejak saat itu Hamid menduda tanpa anak. Belum tertarik untuk menikah lagi. Belum bertemu jodohnya. Terlebih ketika permintaan beasiswanya untuk mengambil doktor di Amerika disetujui. Hamid ingin menyelesaikan studinya dulu. Kalau di perjalanan studi bertemu perempuan yang cocok. Hamid tidak keberatan menikah.
Hamdan sepakat dengan pemikiran Hamid. Mungkin kakaknya masih terlalu cinta pada almarhum istrinya. Bagaimanapun, setahu Hamdan, istri kakaknya dulu wanita yang cantik dan baik.

SIKAP ANEH

            Sejak Hamdan memutuskan mengajak menikah, sikap Haliza justru berubah. Haliza sering menghindarinya. SMS dan teleponnya sering tak berbalas. Selalu kalau bertemu, alasannya sibuk. Padahal dulu-dulu, Haliza tidak pernah sesibuk itu.
            “Liz, kamu kan tidak bisa begini terus. Kita perlu bicara soal pernikahan kita. Lamaran dan resepsi kan harus melibatkan kita berdua.”
            “kan belum pasti dan kapan saja kamu mau, tinggal kasih tahu aku”
            “kok kapan saja aku mau. Ini urusan kita berdua.”
            “iya..iya.”
            “Liz, kamu kenapa sih ?”
            “tidak apa-apa.”
            “sikap kamu kok jadi aneh begini ?”
            “aneh bagaimana ?”
            “kamu sepertinya tidak senang dengan rencana pernikahan kita”
            “bukan begitu. Mungkin aku capek. Banyak lembur belakangan.”
            “tidak. Ini bukan karena capek. Pasti berkaitan dengan kita. Ada apa?”
            “aduh, Hamdan. Tolong dong, jangan mendramatisir. Kita baik-baik saja, kan ?”
            “mestinya sikap kamu tidak begini .”
            “lalu aku harus bagaimana ? gembira dan jingkrak-jingkrak ? atau mesti kasih tahu semua orang kalau aku mau menikah ? begitu ?!”
            “terus kenapa, kamu tidak senang dengan pembicaraan mengenai pernikahan ?”
            “aku hanya capek.”
            “baiklah. Istirahatlah dulu. Akhir pekan aku ke sini lagi.”
            Semula dengan tidak bertemu beberapa hari, Hamdan mengira urusannya dengan Haliza akan lebih mudah. Bisa jadi Haliza memang capek dan banyak pekerjaan. Anehnya, ketika ia datang di waktu berikutnya, urusan tidak terlihat lebih baik. Haliza seperti malas membicarakan tentang pernikahannya. Hamdan menjadi tak mengerti dan bertanya-tanya.
            Ketika Hamdan kembali menanyakannya, Haliza berusaha mengelak.
            “tunggulah beberapa waktu Dan, aku terlalu banyak bekerja. Maklum, ada beberapa pegawai keluar. Sebelum mendapatkan penggantinya, aku harus mengerjakan urusan mereka “
            Hamdan maklum. Padahal orangtuanya mendesak menyegerakan pernikahannya. Selain itu, Hamid juga keburu pergi ke Amerika.

TIDAK ADA JAMINAN.

Hamdan tidak tahan untuk tidak menceritakan permasalahannya yang dihadapi pada orangtuanya. Bukan hanya sikap Haliza yang tidak jelas, tapi juga keinginannya untuk menyegerakan pernikahan.
            “Dan, tidak ada yang tahu sama sekali tentang rahasia jodoh. Biarpun kamu mengira Haliza yang terbaik, belum tentu begitu menurut Allah.”
            Begitulah kata ibunya setelah mendengar cerita Hamdan. Lelaki yang selama ini patuh pada orangtuanya itu, menoleh sekilas. Menatap pada ibunya dengan pandangan sedikit heran.
            “maksud Ibu ?”
            “belum tentu Haliza yang terbaik untukmu.”
            “apa Ibu tidak suka pada Haliza ?” usik Hamdan.
            Ayahnya tertawa mendengar pertanyaan Hamdan.
            “ Ibumu pasti senang dengan Haliza. Ayah juga suka pada dia, Dan. Kita hanya berencana. ‘’
            ‘’apa yang seharusnya saya lakukan, ayah ?”
            “ tidak ada. Kamu sudah mengusahakan yang terbaik. Shalat istikharah dan minta kejelasan pada Allah. Kalau dia jodoh kamu, pasti dimudahkan jalannya.”
            “betul. Kalau tidak, pasti dijauhkan.” Timpal ibunya.
            “istikharah ? saya pikir semuanya sudah baik, Pak, Ibu. Hubungan saya dengan Haliza baik-baik saja. Dengan keluarga besarnya juga baik.”
            “istikharah tetap wajib. Mintalah dengan kebeningan hatimu. Semoga Allah memberimu jalan yang terbaik.”
            Lama Hamdan hanya tercenung sampai terdengar azan isya bersahut-sahutan. Di sekitar rumah orangtua Hamdan memang banyak masjid dan mushola. Ayahnya segera bergegas, setelah menepuk-nepuk bahu Hamdan.
            “ayo, Dan ! tidak usah melamun. Shalat Isya dan istikharah.”
            “betul, Dan. Melamun malahan nanti kesambet setan.”
            Ayah ibunya sudah berlalu. Hamdan berusaha memikirkan segala sesuatunya. Tak lama memutuskan pergi mengikuti orangtuanya.

YANG TERLIHAT.

            Setelah mendengarkan nasihat kiri kanan, Hamdan lebih banyak pasrah. Ia memperbanyak shalat istikharah. Walaupun hati kecilnya yakin jodohnya Haliza, tapi seperti ada yang mengusik hatinya. Bisa jadi yang dikatakan orangtuanya benar. Haliza baik, tapi bukan yang terbaik untuknya.
            Bermalam-malam, Hamdan menambah shalat malamnya dengan istikharah. Anehnya, selama itu ia tidak mendapatkan firasat apa-apa. Tidak ada mimpi dan semua masih berjalan seperti biasa. Sikap Haliza pun tidak berubah. Masih sama anehnya seperti beberapa waktu sebelumnya.
            “kamu perlu sabar.” Kata ibunya saat Hamdan menceritakan pengalamannya.
            “apa mungkin artinya saya dan Haliza tidak berjodoh ?”
            “ibu tidak tahu. Teruskan saja istikharah kamu, Dan.”
            Begitulah. Hamdan berusaha tekun dan sabar terus menjalankan istikharah. Ia yakin, Allah akan memilihkan yang terbaik untuknya. Dalam hati, ia sangat ingin berjodoh dengan Haliza. Tidak ada perempuan seideal Haliza untuk menjadi istrinya.
            Pagi itu, Ibu Hamdan meneriaki Hamdan. “ Dan…Dan,. Tunggu dulu !’’ seru ibunya.
            ‘’ ini, surat-surat kakakmu Hamid ketinggalan. Kamu antar saja ke kantornya. Kan searah sama kantor kamu, ‘’ kata ibunya sambil menyerahkan map besar dan transparan.
            Hamdan mengangguk dan menyanggupi. Bukan sesuatu yang berat untuk dilakukan. Saat memasuki ruang kantor Hamid, Hamdan tidak memilik perasaan apa-apa. Karena cukup familiar dengan para karyawan kakaknya. Hamdan bisa masuk dengan mudah. Sesampai di depan pintu ruangan Hamid, Hamdan baru saja hendak mengetuk pintu ketika didengarnya suara-suara yang sangat dikenalinya.
            “jangan lakukan, Haliza. Kamu tahu, Hamdan sangat mencintaimu.”
            “kamu hanya memikirkan adikmu, bagaimana dengan aku ? aku tidak bisa. Aku tidak menyangka semuanya akan seperti ini.”
            “lalu apa yang akan kamu lakukan ?”
            “aku akan meninggalkannya, Hamid. Sejak semula kamu tahu, aku hanya cinta kepadamu.”
            “ itu tidak mungkin, Haliza.”
            “tidak mungkin ketika istrimu masih hidup. Bukan sekarang.”
            “hamdan sangat mencintaimu. Aku tidak mungkin menyakitinya.”
            “itu tidak penting. Katakan, sebenarnya kamu cinta kepadaku atau tidak.”
            “ Haliza….!”
            “kenapa ? kamu takut mengakui cinta kepadaku ?”
            “tidak semudah itu, Haliza.”
            “mudah atau tidak, yang penting kita saling mencintai.”
            Hamdan kaget. Ia maju mundur untuk mengetuk pintu ruangan Hamid. Seperti  ada yang mengusik hatinya. Saat itu ditanyakanya ke dalam nuraninya.
            Kok dia tidak marah, ya ?
            Kok tidak panas hati ya ?
            Ataukah Haliza memang bukan jodohnya ?
            Beberapa kali ditanyakan dalam hati, ternyata jawabannya tetap sama. Ia tidak merasa cinta lagi kepada Haliza. Sungguh aneh. Keyakinan itu yang membuat tangannya mengetuk pintu.
            Tentu saja Hamid dan Haliza kaget. Mereka syok mengetahui kedatangan Hamdan. Padahal, pagi itu harusnya Hamdan sudah pergi ke Surabaya.
            “Hamid, Haliza. Aku sudah dengar semuanya. Jangan pikirkan aku. Sebaiknya kalian berdua menikah. Hamid, nikahi Haliza dan bawa dia ke Amerika !”seru Hamdan mantab.
            “Dan…?” seru Haliza
            “aku yakin. Ini jawaban atas istikharahku selama ini.” Jawab Hamdan pelan
            “kamu sungguh-sungguh, Dan ? “ tanya Haliza
            “sungguh”
            “maafkan aku, Dan. Aku sudah berusaha mencintaimu, tapi….”
            “tak apa. Aku mengerti”

SIAPAKAH DIA ?
           
            Keluar dari ruangan Hamid, ada dua perasaan pada saat yang bersamaan di hati Hamdan. Lega dan bingung. Lega karena tahu, Haliza bukan jodohnya. Baiknya, ternyata Haliza mendapatkan lelaki sebaik kakaknya. Sedangkan yang membuatnya bingung, siapakah jodohnya kini. Tak ada gambaran. Tak ada pikiran. Sementara, keinginannya menikah semakin kuat.
            “lho, kok malah pulang lagi, Dan ?” tanya ibunya bingung.
            ‘’sudah terjawab, bu, ‘’ kata Hamdan. Kemudian ia menceritakan apa yang baru saja terjadi.
            “aaah.., mungkin takdirnya begitu, Dan. Kamu sabar ya ! pasti Allah akan memberikan yang terbaik.”
            Hamdan hanya bisa patuh. Sampai pernikahan Hamid dan Haliza digelar. Hamdan belum juga menemukan jodohnya. Bahkan ketika sepasang suami istri dan pengantin baru itu berangkat ke Amerika, ia belum juga menemukannya.
            “aku doakan kamu segera bertemu jodoh, Dan.”
            “terima kasih, Hamid. Jaga Haliza baik-baik.” Jawab Hamdan pelan dengan senyum.
            “pasti ada perempuan yang terbaik yang disiapkan Allah untukmu, Dan. “ kata Haliza.
            Sungguh, Hamdan tak pernah tahu ke mana perasaan cintanya selama ini kepada Haliza. Sepertinya, sejak istikharah, perasaan cintanya langsung dihilangkan dari sosok Haliza. Ia bahkan orang yang paling semangat mempersiapkan acara pernikahan kakaknya. Sungguh, tak ada perasaan cemburu apalagi kehilangan. Hamdan tak pernah bisa mengerti semuanya. Secara logika, jelas tidak masuk akal.

TAMU TAK DIUNDANG.
            “Permisi…!”
            Hamdan bangkit dari kursinya mendengar suara itu. Apa tidak melihat ada bel, ya ? pikirnya.
            “cari siapa, mbak ?” tanya Hamdan ketika melihat seorang gadis cantik berdiri di depan pintu rumahnya. Entah kenapa, seperti ada yang menarik hatinya.
            “maaf, mas. Apa ini rumah mas Hamid, ya ?”
            “betul”
            “OOO…, syukurlah. Maaf, saya datang telat ke pernikahannya. Apa mas Hamid ada ?” tanyanya.
            “masuk dulu, yuk!” ajak Hamdan yang merasa tidak enak berbicara dengan tamu di depan pintu.
            Baru setelah di dalam, perempuan yang bernama Chelsea itu menjelaskan semuanya. Dia mantan sahabat istri kakaknya. Sudah lama mereka tidak bertemu karena Chelsea meneruskan kuliahnya di Perancis.
            “duuuhh, menyesal saya tahunya telat. Saya sibuk dengan disertasi.” Katanya pelan. Ia menarik napas perlahan.
            “mau bagaimana lagi, yang penting saya sudah berniat datang. Mudah-mudahan mereka berbahagia.”
            “ya. Apa Chelsea sudah menikah ?”
            “Oooo belum, calon saja belum ada.” Katanya sambil tersenyum. Memperlihatkan lesung pipitnya yang indah.
            “belum ada calon ? apa tidak keberatan kenalan dengan saya? Kalau cocok kita bisa menikah.”
            “Hamdan, jangan bercanda ! kita baru saja bertemu.”
            ‘’tidak ada salahnya, kan ? ‘’
            ‘’baiklah. Beri saya waktu untuk berpikir dan bermusyawarah dengan keluarga. ‘’
            “pasti”
            Bisa ditebak. Sosok tamu tak diundang itu kini telah menjadi istri Hamdan. Membangun rumah tangga yang bahagia. Hamdan tak pernah bisa mengerti bagaimana bagusnya perjalanan jodoh. Sampai ia bertemu dan berjodoh dengan orang yang baru sama sekali. Tidak dikenali, tapi sungguh langsung berjodoh.

JODOH CINTA CORNER

1. NIAT
            Sesiap apapun kita untuk urusan menikah, tapi kalau tidak ada niat ya tidak akan terjadi pernikahan. Kalau pun belum punya calon istri atau suami, niat tetaplah yang utama. Dengan niat yang sungguh-sungguh, jalan untuk menemukan jodoh akan terbuka. Segala sesuatunya didasari dari niat kita apa sebenarnya.
            Memiliki pacar, belum jaminan kalau dia pasti akan jadi jodoh kita. Jadi, punya atau tidak punya pacar, jangan takut berniat menikah. Pasti jalannya akan dimudahkan.

2. LIBATKAN KELUARGA
            Menikah bukan hanya urusan kita dan pasangan. Ada keluarga besar yang akan terlibat dalam hubungan kita. Ada baiknya, sebelum memulai pembicaraan serius tentang pernikahan, libatkan orangtua dan keluarga. Paling tidak, minta pendapat mereka.
            Dengan keterbukaan akan melancarkan rencana kita. Kalaupun ada tidak jadinya atau melesetnya, kita juga lebih siap. Karena menghadapi sesuatu yang buruk, terasa lebih ringan dengan bantuan keluarga besar.

3. SEKALI LAGI, ISTIKHARAH.
            Istikharah bagi yang ingin menikah hukumnya wajib pangkat dua. Harus dilakukan. Nonsense sekali kalau kita dengan pede menganggap pacar yang kita kenali sekian tahun adalah jodoh kita. Tidak pernah ada yang tahu siapa jodoh kita. Tak ada yang bisa menebak. Bahkan, pacar pun bisa jadi bukanlah jodoh kita.
            Jadi, lakukanlah istikharah. Makin sering makin baik. Bisa jadi petunjuk tidak selalu berupa mimpi atau firasat. Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya. Bulatkan hati dengan niat. Lakukan ikhtiar maksimal dengan segala kemampuan kita. Kemudian pasrahkan diri dengan tawakal kepada Allah. Meminta yang terbaik. Pasti, jalannya Insya Allah akan dimudahkan.

4. MENATA DIRI
            Betapapun ikhlasnya kita pada sesuatu yang kemudian jadi milik orang, pasti ada sedikit rasa tidak terima atau rasa tidak enak lainnya. Kalau seperti itu situasinya, kita mesti menata diri dan hati. Menyadari sepenuhnya takdir Allah pasti berlaku.
            Bagaimanapun kita menginginkan seseorang jadi jodoh kita, kalau jalan takdir tak menggariskan, tak akan ada kesempatan. Sebaliknya, seberapapun kita berjauhan, tidak saling mengenal, baru bertemu sekali, kalau berjodoh ya berjodoh saja. Pasti ada jalan untuk mempertemukan dan membuat mereka menikah.
            Kalau urusan jodoh, lebih baik menata diri lahir batin, mental dan segala aspek-aspek kepribadian kita. Jadi, ketika jodoh menghampiri kita, semuanya telah siap.

5. GUNAKAN KESEMPATAN
            Banyak yang mengalami seperti saya. Baru pertama kali bertemu dengan seseorang, tidak mengenalinya secara dalam, tapi feeling kita mengatakan dialah jodoh kita. Well, daripada menunda kesempatan yang belum tentu hadir kedua kalinya, manfaatkan. Gunakan kesempatan baik-baik. Sampaikan niat tersebut. Kalau perlu ya dilamar sekalian.
            Bisa jadi kesannya sangat ekstrem. Apalagi yang bisa kita lakukan selain menggunakan kesempatan ? kita tidak ada yang tahu kapan kesempatan itu muncul lagi. Paling-paling, kemungkinan terburuk ya ditolak. (ya sudahlah – Bondan Prakoso feat 2 black…hehhehehehee :D )
            Kalaupun ditolak, sebagai orang yang dewasa dan baik, pastilah cerita kita melamar ditolak tak akan digemar-gemborkan sana-sini. Kemungkinan terbaiknya ya diterima, lamaran, menikah….Subhanallah…
            Mudah, kan ?
            Jadi, jangan takut menggunakan kesempatan yang sering kali hadir. Tidak ada jaminan akan datang kedua kalinya. Sangat jarang terjadi….

Sumber : buku Jodoh cinta Update, kisah inspiratif dan menggugah tentang menemukan jodoh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar