Walaupun belum jadi orang tua artikel ini sangat menginspirasi...
(Jendela hati, Ummi, Febuari 2012, hal 111)
Di sebuah sekolah, murid-murid yang berprestasi dan memiliki kelebihan dipanggil satu per satu oleh gurunya. Ada satu diantara mereka yang membuat para orangtua menolehkan wajah kepadanya.
Ia anak seorang ustazah terkenal. Selama Ramadhan, ia khatam Qur’an 10 kali, hafalannya terbanyak, juara pertama melukis antar kecamatan, dan juara umum. Tentu, hal ini membuat masgyul hati orangtua murid yang lain, terutama jika anaknya belum berprestasi.
Lain lagi dengan sekolah lain yang berlokasi di tepian gunung. Kepala sekolah dan para guru disana bersikap bijak ketika mengumumkan prestasi para murid sehingga mereka semua merasa dihargai. Wajah orangtua pun terlihat cerah ketika pulang. Mengapa demikian?
Ternyata, setiap murid di sekolah tersebut memiliki keunggulan masing-masing. Ada yang menjadi juara umum, juara taekwondo, juara tahfiz, juara kesabaran, juara menolong guru. Bahkan, ada pula juara bersih dan sehat, yang diperuntukkan bagi anak yang selalu mengutamakan kebersihan diri , rajin makan sayur dan suka berolahraga.
Bu Ihsan, salah satu orangtua murid di sekolah tersebut, yang selama ini pesimis terhadap anaknya, terkejut ketika Fawzan, anaknya, dipanggil ke depan kelas sebagai peraih juara paling istimewa.
Padahal, Fawzan termasuk anak yang sederhana dan biasa saja, tidak menonjol dalam prestasi. Namun, kali ini dia mendapat penghargaan juara sholat malam. Begitulah cara sang guru menghargai Fawzan.
Seperti dikatakan sang guru, saat seorang guru sholat malam dan piket jaga, guru tersebut melihat sosok kecil yang tekun di ujung ruangan, di tengah kegelapan malam. Dialah Fawzan yang tengah khusyuk menghadap Ilahi. Ia sendiri, tanpa pernah ribut-ribut dan tidak diketahui siapa pun. Masya Allah, itulah juara sejati yang mengerti betul bagaimana memenangkan posisinya di akherat kelak.
Fawzan terpilih sebagai juara umum dari semua juara karena satu hal: keinginannya untuk menjadi juara di mata Allah. Yang terpenting baginya adalah dapat memenagkan cinta Allah. Salah satuhnya dengan ia rajin sholat malam. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an,”Pada malam hari, hendaklah engkau sholat tahajud sebagi tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ke tempat yang terpuji,” (QS Al-Israa’: 79).
Pemberian penghargaan dalam hal apa pun kepada anak didik sangat baik dan perlu dicontoh guru Indonesia lainnya. Hal ini penting karena dapat membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan berupaya mengerjakan sesuatu lebih baik daripda orang lain. Kita pun bisa menghargai sisi lain dari mereka sehingga mereka pun dapat belajar mencintai dan menghargai diri sendiri.
(Jendela hati, Ummi, Febuari 2012, hal 111)
Di sebuah sekolah, murid-murid yang berprestasi dan memiliki kelebihan dipanggil satu per satu oleh gurunya. Ada satu diantara mereka yang membuat para orangtua menolehkan wajah kepadanya.
Ia anak seorang ustazah terkenal. Selama Ramadhan, ia khatam Qur’an 10 kali, hafalannya terbanyak, juara pertama melukis antar kecamatan, dan juara umum. Tentu, hal ini membuat masgyul hati orangtua murid yang lain, terutama jika anaknya belum berprestasi.
Lain lagi dengan sekolah lain yang berlokasi di tepian gunung. Kepala sekolah dan para guru disana bersikap bijak ketika mengumumkan prestasi para murid sehingga mereka semua merasa dihargai. Wajah orangtua pun terlihat cerah ketika pulang. Mengapa demikian?
Ternyata, setiap murid di sekolah tersebut memiliki keunggulan masing-masing. Ada yang menjadi juara umum, juara taekwondo, juara tahfiz, juara kesabaran, juara menolong guru. Bahkan, ada pula juara bersih dan sehat, yang diperuntukkan bagi anak yang selalu mengutamakan kebersihan diri , rajin makan sayur dan suka berolahraga.
Bu Ihsan, salah satu orangtua murid di sekolah tersebut, yang selama ini pesimis terhadap anaknya, terkejut ketika Fawzan, anaknya, dipanggil ke depan kelas sebagai peraih juara paling istimewa.
Padahal, Fawzan termasuk anak yang sederhana dan biasa saja, tidak menonjol dalam prestasi. Namun, kali ini dia mendapat penghargaan juara sholat malam. Begitulah cara sang guru menghargai Fawzan.
Seperti dikatakan sang guru, saat seorang guru sholat malam dan piket jaga, guru tersebut melihat sosok kecil yang tekun di ujung ruangan, di tengah kegelapan malam. Dialah Fawzan yang tengah khusyuk menghadap Ilahi. Ia sendiri, tanpa pernah ribut-ribut dan tidak diketahui siapa pun. Masya Allah, itulah juara sejati yang mengerti betul bagaimana memenangkan posisinya di akherat kelak.
Fawzan terpilih sebagai juara umum dari semua juara karena satu hal: keinginannya untuk menjadi juara di mata Allah. Yang terpenting baginya adalah dapat memenagkan cinta Allah. Salah satuhnya dengan ia rajin sholat malam. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an,”Pada malam hari, hendaklah engkau sholat tahajud sebagi tambahan bagi engkau. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat engkau ke tempat yang terpuji,” (QS Al-Israa’: 79).
Pemberian penghargaan dalam hal apa pun kepada anak didik sangat baik dan perlu dicontoh guru Indonesia lainnya. Hal ini penting karena dapat membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan berupaya mengerjakan sesuatu lebih baik daripda orang lain. Kita pun bisa menghargai sisi lain dari mereka sehingga mereka pun dapat belajar mencintai dan menghargai diri sendiri.