Jaminan kredit bank dapat digolongkan dalam beberapa
klasifikasi berdasarkan sudut pandang tertentu, misalnya cara terjadinya,
sifatnya kebendaan yang dijadikan objek jaminan, dan lain sebagainya.
1. Jaminan karena undang-undang dan karena perjanjian
Jaminan karena undang-undang adalah jaminan yang
dilahirkan atau diadakan oleh seperti jaminan umum, hak privelege dan hak retensi
(pasal 1132, pasal 1134 ayat (1)). Sedangkan jaminan karena perjanjian
adalah jaminan yang dilahirkan
atau diadakan oleh perjanjian yang diadakan para pihak sebelumnya, seperti
gadai, hipotik, hak tanggungan dan fiducia.
2. Jaminan umum dan
jaminan khusus
Pada
prinsipnya menurut hukum segala harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan bagi perutangannya dengan semua kredit. Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada pasal 1131 menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk
segala
perikatan perserorangan. Hal ini berarti seluruh harta kekayaan milik debitur akan menjadi jaminan pelunasan atas utang debitur kepada semua kreditur. Kekayaan debitur dimaksud meliputi kebendaan bergerak maupun benda tetap, baik yang sudah ada pada saat perjanjian utang piutang diadakan maupun yang baru akan ada di kemudian hari yang akan menjadi milik debitur setelah perjanjian utang piutang diadakan. Dengan demikian, seluruh harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan umum atas pelunasan perutangannya, baik yang telah diperjanjikan maupun tidak diperjanjikan sebelumnya. Jaminan umum ini dilahirkan karena undang-undang, sehingga tidak perlu ada perjanjian jaminan sebelumnya.
perikatan perserorangan. Hal ini berarti seluruh harta kekayaan milik debitur akan menjadi jaminan pelunasan atas utang debitur kepada semua kreditur. Kekayaan debitur dimaksud meliputi kebendaan bergerak maupun benda tetap, baik yang sudah ada pada saat perjanjian utang piutang diadakan maupun yang baru akan ada di kemudian hari yang akan menjadi milik debitur setelah perjanjian utang piutang diadakan. Dengan demikian, seluruh harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan umum atas pelunasan perutangannya, baik yang telah diperjanjikan maupun tidak diperjanjikan sebelumnya. Jaminan umum ini dilahirkan karena undang-undang, sehingga tidak perlu ada perjanjian jaminan sebelumnya.
Dalam
jaminan yang bersifat umum ini, semua kreditur mempunyai kedudukan yang sama terhadap kreditur-kreditur
lain, tidak ada kreditur yang diutamakan atau diistimewakan dari
kreditur-kreditur lain. Karena jaminan umum
kurang menguntungkan bagi kreditur, maka
diperlukan penyerahan harta kekayaan
tertentu untuk diikat secara khusus sebagai
jaminan pelunasan utang debitur, sehingga kreditur yang bersangkutan mempunyai kedudukan yang diutamakan atau
didahulukan daripada kreditur-kreditur
lain dalam pelunasan utangnya. Jaminan yang seperti ini memberikan perlindungan kepada kreditur dan didalam
perjanjian akan diterangkan mengenai hal ini.
Jaminan khusus memberikan
kedudukan mendahului (preferen) bagi pemegangnya.
3. Jaminan yang
bersifat kebendaan dan jaminan perseorangan.
Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang
berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai
hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap
siapa pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan (contoh:
hipotik, hak tanggungan gadai,
dan lain-lain). Sedangkan jaminan
perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya (contoh: borgtocht).
Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan benda bergerak dan
benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah kebendaan yang
karena sifatnya dapat berpindah
atau dipindahkan atau karena undang-undang dianggap sebagai benda bergerak,
seperti hak-hak yang melekat pada benda bergerak. Benda bergerak dibedakan lagi
atas benda berwujud atau bertubuh. Pengikatan jaminan benda
bergerak berwujud dengan
gadai atau fiducia,
sedangkan pengikatan jaminan benda
bergerak tidak berwujud dengan gadai, cessie, dan account receivable. Jaminan kebendaan diatur dalam Buku II KUH Perdata
serta Undang-undang lainnya, dengan bentuk, yaitu:
a. Gadai
diatur dalam KUH Perdata Buku II Bab XX Pasal 1150-1161, yaitu suatu hak
yang diperoleh seorang
kreditur atas suatu
barang bergerak yang diserahkan
oleh debitur untuk mengambil pelunasan dan barang tersebut dengan
mendahulukan kreditur dari kreditur lain.
b. Hak tanggungan; UU No.4/1996, yaitu jaminan yang
dibebankan hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan suatu ketentuan
dengan tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan pada kreditur terhadap kreditu lain.
c. Fiducia, UU No.42/1999, yaitu hak jaminan atas benda
bergerak baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagai agunan bagi
pelunasan hutang tertentu yang
memberikan kedudukan utama terhadap kreditur lain.
Jaminan perorangan dan garansi, diatur dalam Buku III KUH Perdata, dalam
bentuk:
a. Penanggungan hutang (Borgtoght) Pasal 1820 KUH Perdata, yaitu
suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna
kepentingan si berhutang mengikatkan diri
untuk memenuhi perikatan si berhutang mana hak orang tersebut tidak
memenuhinya.
b. Perjanjian Garansi/indemnity (Surety Ship) Pasal 1316 KUH Perdata, yang berbunyi meskipun demikian adalah diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak ketiga tersebut menguatkan sesuatu jika pihak ini
menolak memenuhi perikatannya.
4.
Jaminan pokok, jaminan utama dan jaminan tambahan
Sesuai dengan namanya, kredit diberikan kepada debitur
berdasarkan kepercayaan si kreditur terhadap kesanggupan pihak debitur
untuk membayar kembali
utang-utangnya kelak. Sementara
jaminan-jaminan lainnya yang bersifat kontraktual, seperti hak tanggungan atas tanah, gadai, hipotik, fiducia, dan
sebagainya hanya dianggap sebagai “jaminan tambahan”
semata-mata, yakni tambahan
atas jaminan utamanya berupa jaminan atas barang
yang dibiayai dengan kredit tersebut.
5. Jaminan atas
benda bergerak dan tidak bergerak
Pembebanan jaminan kredit didasarkan pada objek
bendanya. Kalau yang dijadikan jaminan adalah tanah,
maka pembebanannya adalah
dengan menggunakan
hak tanggungan atas tanah, sedangkan kalau yang dijamin adalah kapal laut atau pesawat udara, maka pembebanannya dengan
menggunakan gadai, fiducia, cessie dan account receivable.
6. Jaminan
regulative dan jaminan non regulative
Jaminan regulative
adalah jaminan kredit yang kelembagaannya sendiri sudah diatur secara eksplisit dan sudah mendapat pengakuan dalam
peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Tergolong ke dalam jaminan
regulative ini antara lain adalah hipotik, gadai, hak tanggungan, akta pengakuan utang. Sedangkan jaminan non regulative adalah bentuk-bentuk
jaminan yang tidak diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, tetapi dikenal dan dilaksanakan dalam
praktek. Jaminan non regulative ini ada yang
berbentuk jaminan kebendaan seperti pengalihan
tagihan dagang, pengalihan tagihan asuransi, tetapi ada juga jaminan non regulative
yang semata-mata hanya
bersifat kontraktual, seperti
kuasa menjual dan lain-lainnya.
7. Jaminan
konvensional dan jaminan non konvensional
Jaminan konvensional adalah jaminan yang pranata hukumnya
sudah lama dikenal dalam system hukum kita, baik yang telah diatur
dalam perundangundangan, hukum adat maupun yang tidak diatur dalam
peraturan perundangundangan yang bukan berasal dari hukum adat, tetapi sudah
lama dilaksanakan dalam praktek, seperti hipotik, hak tanggungan, gadai
barang bergerak, gadai tanah,
fiducia, garansi, dan akta pengakuan utang.
Sementara itu bentuk-bentuk jaminan non konvensional
adalah bentukbentuk jaminan yang eksistensinya dalam system hukum
jaminan yang masih terbilang baru
sungguh pun sudah dilaksanakannya secara meluas,
sehingga pranatanya belum sempat pula diatur secara rapi, antara lain
seperti pengalihan hak tagih debitur (assignment of receivable for security
purposes), pengalihan hak tagih
klaim (assignment of insurance proceeds), kuasa menjual, dan jaminan menutupi kekurangan biaya (cash deficiency).
8. Saham sebagai
agunan tambahan
Dalam rangka menunjang
perkembangan pasar modal
yang sehat, diperlukan peran serta perbankan untuk
membiayai kegiatan pasar
modal, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Sehubungan
dengan hal itu,
bank diperkenankan meminta agunan tambahan berupa
saham untuk memperoleh
keyakinan terdapatnya jaminan pemberian kredit. Hal ini dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia Nomor 26/69/KEP/DIR
dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/1/UKU masing-masing tanggal 7
September 1993 perihal Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit, yang menetapkan
ketentuan saham sebagai agunan tambahan kredit.
Sebelumnya hal yang sama diatur dalam Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 24/32/KEP/DIR dan
Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 24/1/UKU masing-masing
tanggal 12 Agustus 1991 tentang Kredit
kepada Perusahaan Sekuritas dan Kredit dengan Agunan Saham. Ditegaskan bahwa bank diperkenankan untuk
memberikan kredit dalam agunan
tambahan berupa saham perusahaan yang dibiayai dalam rangka ekspansi atau
akuisisi.
Berdasarkan
ketentuan yang baru, bank juga diperbolehkan memberikan kredit dengan agunan tambahan berupa saham, baik yang terdaftar maupun
yang tidak terdaftar di bursa efek. Untuk
pemberian kredit dalam rangka ekspansi atau akuisisi, bank diperbolehkan menerima agunan tambahan berupa
saham yang terdaftar maupun yang tidak
terdaftar di bursa efek. Jika saham yang diagunkan termasuk saham yang terdaftar di bursa, maka saham yang
bersangkutan tidak termasuk saham yang
tidak mengalami transaksi dalamwaktu tiga bulan berturut-turut sebelum saat akad kredit ditandatangani dan saham dengan
harga pasar dibawah nilai nominal pada saat akad kredit ditandatangani.
Nilai saham yang
digunakan sebagai agunan tambahan kredit maksimim sebesar 50% dari
harga pasar atau kurs saham yang bersangkutan dibursa efek pada saat akad kredit
ditandatangani. Sebaliknya jika saham yang diagunkan berupa saham yang tidak terdaftar di bursa efek,
maka saham tersebut dibatasi hanya pada saham
yang diterbitkan oleh
perusahaan penerima kredit
yang bersangkutan. Nilai saham yang digunakan sebagai
agunan tambahan kreditnya adalah maksimum sebesar nilai nominal saham yang tercantum dalam anggaran dasar atau
anggaran rumah tangga perusahaan yang bersangkutan.