Senin, 12 November 2012

Penggolongan Jaminan Kredit Bank



Jaminan kredit bank dapat digolongkan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan sudut pandang tertentu, misalnya cara terjadinya, sifatnya kebendaan yang dijadikan objek jaminan, dan lain sebagainya.
1.      Jaminan karena undang-undang dan karena perjanjian
Jaminan karena undang-undang adalah jaminan yang dilahirkan atau diadakan oleh seperti jaminan umum, hak privelege dan hak retensi (pasal 1132, pasal 1134 ayat (1)). Sedangkan jaminan karena perjanjian adalah jaminan yang dilahirkan atau diadakan oleh perjanjian yang diadakan para pihak sebelumnya, seperti gadai, hipotik, hak tanggungan dan fiducia.
2.      Jaminan umum dan jaminan khusus
Pada prinsipnya menurut hukum segala harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan bagi perutangannya dengan semua kredit. Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada pasal 1131 menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perserorangan. Hal ini berarti seluruh harta kekayaan milik debitur akan menjadi jaminan pelunasan atas utang debitur kepada semua kreditur. Kekayaan debitur dimaksud meliputi kebendaan bergerak maupun benda tetap, baik yang sudah ada pada saat perjanjian utang piutang diadakan maupun yang baru  akan  ada  di  kemudian  hari  yang  akan  menjadi  milik  debitur setelah perjanjian utang piutang diadakan. Dengan demikian, seluruh harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan umum atas pelunasan perutangannya, baik yang telah diperjanjikan maupun tidak diperjanjikan sebelumnya. Jaminan umum ini dilahirkan karena undang-undang, sehingga tidak perlu ada perjanjian jaminan sebelumnya.
Dalam jaminan yang bersifat umum ini, semua kreditur mempunyai kedudukan yang sama terhadap kreditur-kreditur lain, tidak ada kreditur yang diutamakan atau diistimewakan dari kreditur-kreditur lain. Karena jaminan umum kurang  menguntungkan bagi kreditur, maka diperlukan penyerahan harta kekayaan tertentu untuk diikat secara khusus sebagai jaminan pelunasan utang debitur, sehingga kreditur yang bersangkutan mempunyai kedudukan yang diutamakan atau didahulukan daripada kreditur-kreditur lain dalam pelunasan utangnya. Jaminan yang seperti ini memberikan perlindungan kepada kreditur dan didalam perjanjian akan diterangkan mengenai hal  ini.  Jaminan  khusus  memberikan  kedudukan  mendahului (preferen)  bagi pemegangnya.
3.      Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan perseorangan.
Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan (contoh: hipotik, hak tanggungan gadai, dan lain-lain). Sedangkan jaminan perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya (contoh: borgtocht).
Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan atau karena undang-undang dianggap sebagai benda bergerak, seperti hak-hak yang melekat pada benda bergerak. Benda bergerak dibedakan lagi atas benda berwujud atau bertubuh. Pengikatan jaminan  benda  bergerak  berwujud  dengan  gadai  atau  fiducia,  sedangkan pengikatan jaminan benda bergerak tidak berwujud dengan gadai, cessie, dan account receivable. Jaminan kebendaan diatur dalam Buku II KUH Perdata serta Undang-undang lainnya, dengan bentuk, yaitu:
a.   Gadai diatur dalam KUH Perdata Buku II Bab XX Pasal 1150-1161, yaitu suatu hak  yang diperoleh  seorang  kreditur  atas  suatu  barang  bergerak  yang diserahkan oleh debitur untuk mengambil pelunasan dan barang tersebut dengan mendahulukan kreditur dari kreditur lain.
b.   Hak tanggungan; UU No.4/1996, yaitu jaminan yang dibebankan hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu ketentuan dengan tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan pada kreditur terhadap kreditu lain.
c.     Fiducia, UU No.42/1999, yaitu hak jaminan atas benda bergerak   baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan utama terhadap kreditur lain.
Jaminan perorangan dan garansi, diatur dalam Buku III KUH Perdata, dalam bentuk:
a.  Penanggungan  hutang (Borgtoght) Pasal 1820 KUH Perdata, yaitu suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berhutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang mana hak orang tersebut tidak memenuhinya.
b.  Perjanjian Garansi/indemnity (Surety Ship) Pasal 1316 KUH Perdata, yang berbunyi meskipun demikian adalah diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak ketiga tersebut menguatkan sesuatu jika pihak ini menolak memenuhi perikatannya.
4.      Jaminan pokok, jaminan utama dan jaminan tambahan
Sesuai dengan namanya, kredit diberikan kepada debitur berdasarkan kepercayaan si kreditur terhadap kesanggupan pihak debitur untuk membayar kembali utang-utangnya kelak. Sementara jaminan-jaminan lainnya yang bersifat kontraktual, seperti hak tanggungan atas tanah, gadai, hipotik, fiducia, dan sebagainya hanya dianggap sebagai “jaminan tambahan” semata-mata, yakni  tambahan  atas  jaminan utamanya berupa jaminan atas barang yang dibiayai dengan kredit tersebut.
5.      Jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak
Pembebanan jaminan kredit didasarkan pada objek bendanya. Kalau yang dijadikan jaminan  adalah  tanah,  maka  pembebanannya  adalah  dengan menggunakan hak tanggungan atas tanah, sedangkan kalau yang dijamin adalah kapal laut atau pesawat udara, maka pembebanannya dengan menggunakan gadai, fiducia, cessie dan account receivable.
6.      Jaminan regulative dan jaminan non regulative
Jaminan regulative adalah jaminan kredit yang kelembagaannya sendiri sudah diatur secara eksplisit dan sudah mendapat pengakuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tergolong ke dalam jaminan regulative ini antara lain adalah hipotik, gadai, hak tanggungan, akta pengakuan utang. Sedangkan jaminan non regulative adalah  bentuk-bentuk  jaminan  yang  tidak diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi dikenal dan dilaksanakan dalam praktek. Jaminan non regulative ini ada yang berbentuk jaminan kebendaan seperti pengalihan tagihan dagang, pengalihan tagihan asuransi, tetapi ada juga jaminan non  regulative  yang  semata-mata hanya  bersifat  kontraktual,  seperti  kuasa menjual dan lain-lainnya.
7.      Jaminan konvensional dan jaminan non konvensional
Jaminan konvensional adalah jaminan yang pranata hukumnya sudah lama dikenal dalam system hukum kita, baik yang telah diatur dalam perundangundangan, hukum adat maupun yang tidak diatur dalam peraturan perundangundangan yang bukan berasal dari hukum adat, tetapi sudah lama dilaksanakan dalam praktek, seperti hipotik, hak tanggungan, gadai barang bergerak, gadai tanah, fiducia, garansi, dan akta pengakuan utang.
Sementara itu bentuk-bentuk jaminan non konvensional adalah bentukbentuk jaminan yang eksistensinya dalam system hukum jaminan yang masih terbilang  baru  sungguh  pun  sudah dilaksanakannya  secara  meluas,  sehingga pranatanya belum sempat pula diatur secara rapi, antara lain seperti pengalihan hak tagih debitur (assignment of receivable for security purposes), pengalihan hak tagih klaim (assignment of insurance proceeds),  kuasa menjual, dan jaminan menutupi kekurangan biaya (cash deficiency).
8.      Saham sebagai agunan tambahan
Dalam  rangka  menunjang  perkembangan  pasar  modal  yang  sehat, diperlukan  peran serta  perbankan  untuk  membiayai  kegiatan  pasar  modal, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Sehubungan  dengan  hal  itu,  bank diperkenankan  meminta  agunan tambahan berupa  saham  untuk  memperoleh  keyakinan  terdapatnya  jaminan pemberian kredit. Hal ini dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/69/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/1/UKU masing-masing tanggal 7 September 1993 perihal Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit, yang menetapkan ketentuan saham sebagai agunan tambahan kredit.
Sebelumnya hal yang sama diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia  Nomor 24/32/KEP/DIR  dan  Surat  Edaran  Bank  Indonesia  Nomor 24/1/UKU  masing-masing  tanggal 12 Agustus 1991 tentang Kredit kepada Perusahaan Sekuritas dan Kredit dengan Agunan Saham. Ditegaskan bahwa bank diperkenankan untuk memberikan kredit dalam agunan tambahan berupa saham perusahaan yang dibiayai dalam rangka ekspansi atau akuisisi.
Berdasarkan ketentuan yang baru, bank juga diperbolehkan memberikan kredit dengan agunan tambahan berupa saham, baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar di bursa efek. Untuk pemberian kredit dalam rangka ekspansi atau akuisisi, bank diperbolehkan menerima agunan tambahan berupa saham yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar di bursa efek. Jika saham yang diagunkan termasuk saham yang terdaftar di bursa, maka saham yang bersangkutan tidak termasuk saham yang tidak mengalami transaksi dalamwaktu tiga bulan berturut-turut sebelum saat akad kredit ditandatangani dan saham dengan harga pasar dibawah nilai nominal pada saat akad kredit ditandatangani. 
Nilai saham yang digunakan sebagai agunan tambahan kredit maksimim sebesar 50% dari harga pasar atau kurs saham yang bersangkutan dibursa efek pada saat akad kredit ditandatangani. Sebaliknya jika saham yang diagunkan berupa saham yang tidak terdaftar di bursa efek, maka saham tersebut dibatasi hanya  pada  saham  yang  diterbitkan  oleh  perusahaan  penerima  kredit  yang bersangkutan. Nilai saham yang digunakan sebagai agunan tambahan kreditnya adalah maksimum sebesar nilai nominal saham yang tercantum dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga perusahaan yang bersangkutan.