Selasa, 16 Januari 2024

Adiksi

Adiksi itu menyeramkan yaa. Kebiasaan kita akan pola hidup yang teratur membuat kita terbiasa dengan sesuatu yang secara rutin kita lakukan. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang menyukai repetisi. Kita mengulang apapun yang menyenangkan karena otak mendapat dopamin dari hal-hal menyenangkan yang kita lakukan. Semakin hal-hal tertentu terasa menyenangkan, semakin kita ketagihan untuk melakukan hal yang sama demi merasakan sensasi dopamin itu lagi.

Terkadang, kita tidak menyadari betapa kita menyukai suatu aktivitas sampai akhirnya kita merasa kosong saat tidak melakukannya lagi. Di titik ini aku merasa, sesusah itu ternyata menghentikan ketergantungan. Rasanya ada ruang hampa yang menyesakkan saat kita tidak melakukan hal-hal yang biasa dilakukan. Dopaminku hilang.

Aku tidak menyadari bagaimana awalnya aku bergantung sekali dengan internet. Koneksi yang bisa dengan mudah aku lakukan tidak kuanggal sebagai ketergantungan awalnya. Bertahun kemudian aku mulai gelisah saat berada di wilayah dengan jaringan internet yang buruk. Ada kegelisahan akut saat tiba-tiba koneksi terputus ditengah asyiknya berselancar di dunia maya. Bahkan, aku baru menyadari reaktif sekali diri ini rasanya saat baterai telepon genggam habis namun tidak ada tempat untuk mengisi ulang daya.

Adiksi, kepada apapun, tidak seharusnya terjadi jika kita cukup mawas diri dan berprilaku sewajarnya. Aku menyadari, belakangan aku seakan terikat sekali dengan gawai. Sebelum tidur, aku menyempatkan diri memeriksa perkembangan dunia maya. Begitu membuka mata, benda pertama yang ku cari adalah gawai. Sepanjang hari, aku berkali memeriksa apapun yang sedang ramai di media sosial dan tanpa aku sadari kebiasaan ini melelahkan. Aku mudah tersulut saat konektivitas terputus. Aku menjadi manusia dewasa yang bertingkah bagai bocah kehilangan boneka saat tidak melihat gawai di sekitar. Mengerikan.

Aku mulai takut dengan diriku sendiri. Terikat dengan jaringan selama 24 jam membuatku kehilangan waktu merenung dan berpikir. Seringkali saat ingin tahu membuncah, aku langsung mencari jawaban dari ponsel pintar alih-alih memanggil ingatan yang ada di kepala. Kemampuan analisaku menurun, seiring jarangnya aku berpikir. Berselancar di dalam jaringan membuatku mendapatkan jawaban dengan cepat, bahkan sebelum aku bertanya. Arus informasi yang teras, tak terbentung. Mataku seakan mendapat banyak pengetahuan baru, otakku merasa informasi itu terlalu cepat dan belum sempat berkontemplasi, sementara hatiku tetap merasa kosong karena tidak sempat meresapi informasi yang seolah semua penting namun cepat menguap.

Sepertinya aku harus mulai menata kembali jalur yang ingin aku tuju. Tenggelam di dalam dunia maya ini melenakan namun mematikan jika tidak dikendalikan. Aku yang mengatur hidupku, adiksi hanya membuatku menjadi hamba yang hampa. Berjalan dengan santai, menikmati menunggu, membaca alam, mengamati kendaraan lalu lalang, menarik diri dari hingar bingar terkadang diperlukan. Berada dalam kotak, membuat kita tidak pernah tau sebenarnya bentuk kotak itu seperti apa. Kita harus keluar untuk tau bentuknya. Tenggelam dalam dunia maya membuat kita tidak sadar ada dunia nyata yang lebih beragam dan indah jika kita berani keluar dan berjalan menjelajah.

Semangat keluar dari adiksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar