Selasa, 02 Januari 2024

Pilihan

Hidup itu pilihan. Saat sebagian teman yang dulu sama-sama berjuang sekarang semakin jaya menapaki tangga karier, aku bahagia dengan pilihan sederhana yang ku buat. Menjadi istri dan ibu tanpa melakukan pekerjaan profesional. 


Timeline-nya penuh dengan foto berkeliling dunia. Timeline-ku penuh dengan wajah manis dari putri kecil dan jagoan kecilku. Menyenangkan sekali melihat laman media sosial temanku yang kini sepertinya sangat menikmati hidupnya. Aku turut bahagia untuknya. Namun itu bukan hidup yang aku pilih.


Ada masa dimana aku menyenangi statusku sebagai wanita pekerja. Berkarier dibidang yang sesuai dengan jurusan kuliah. Menghasilkan uang sendiri dan melakukan semua hal menarik yang ingin aku coba. Namun, ternyata setelah bertahun ku jalani, ternyata itu bukan hidup yang ku inginkan.


Keputusan terbaik yang pernah ku buat adalah memilih untuk menikah. Suamiku, sungguh menawan. Bukan dari tampang, tapi dari prilakunya. Aku menyukai semua hal yang ia lakukan, baik untukku, untuk dirinya sendiri maunpun untuk semua orang yang ada disekelilingnya.


Menyadari bahwa aku akan menghabiskan waktu dengan orang yang sama, awalnya terasa bagai ide yang aneh. Aku tidak yakin bisa bertahan bertahun-tahun dengan orang yang sama secara terus-menerus. Masih ada keraguan untuk membiarkan orang lain masuk dan menetap selamanya. Aku tidak pernah meragukannya, sebaliknya, aku ragu dengan kemampuanku berada dalam suatu relasi. Aku mudah meninggalkan apapun yang terasa kurang nyaman. Aku khawatir akan meninggalkannya saat ia tidak bisa memberikan kenyamanan itu.


Nyatanya, setelah lebih dari 8 tahun berumah tangga, aku malah semakin bersyukur memilihnya. Aku selalu merasa, menikahi suamiku ada investasi terbaik yang pernah aku buat. Tidak masalah ia akan membawaku kemana, bersamanya walau hanya dirumah, aku bahagia.


Hari ini, aku diingatkan tentang masa lalu. Masa dimana aku bebas melanglang buana tanpa mengkhawatirkan apapun. Namun, masa itu telah berlaku. Tidak ada sedikitpun keinginan mengulanginya. Aku memilih untuk hidup dengan mengkhawatirkan banyak hal. Aku tidak yakin bisa “ngebolang” sendirian tanpa khawatir anak-anakku, tanpa khawatir meninggalkan suamiku, tanpa khawatir ‘kondisi di rumah gimana ya?’. 


Ini pilihanku. Hidup menjadi istri yang selalu sedia mendukung suami, apapun yang ia pilih. Aku memilih untuk mempercayai semua pilihan yang ia buat. Aku pun memilih untuk menghabiskan seluruh waktuku untuk membersamai anak-anak dalam pertumbuhan mereka. Ini pilihan yang aku buat, dan aku bahagia. Alhamdulillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar